NOVEL "PEWARISAN TERAKHIR": Masa Depan yang Baru Dimulai CHAPTER 10)

 

Hari itu, matahari terbenam dengan indah, menciptakan semburat warna oranye yang menyelimuti seluruh Ciputat. Warung Pak Darto, yang selama ini menjadi saksi bisu perjalanan hidup Reyhan, kini terasa berbeda. Semua yang sebelumnya tampak seperti ujian—seperti cobaan berat yang harus dihadapi—sekarang berubah menjadi kenangan manis yang membentuk dirinya.

Reyhan melangkah keluar dari warung kecil itu, matanya memandang jauh ke depan. Langkahnya mantap, tanpa keraguan. Ia tahu, dunia menantinya di luar sana, dan kali ini, ia siap untuk menghadapinya tanpa ada yang menahan.

Pak Darto, atau lebih tepatnya Armand Prasetya, berdiri di pintu warung, mengamati anaknya yang kini terlihat berbeda. Tidak ada lagi keraguan dalam diri Reyhan. Tidak ada lagi kecemasan tentang apakah ia melakukan keputusan yang benar. Reyhan telah memilih jalan yang sulit, namun itu adalah jalan yang benar menurutnya.

“Kamu sudah siap?” tanya Armand dengan suara berat.

Reyhan menatapnya dengan senyum lebar. “Ya, Pak. Saya siap.”

Armand mengangguk, matanya berbinar. “Aku bangga padamu, Rey. Lebih dari apa pun, kamu telah memilih jalanmu sendiri. Itu sudah lebih dari cukup.”

Reyhan menarik napas panjang. “Mungkin saya bukan anak yang sempurna. Saya tahu saya nggak selalu menjadi yang terbaik untuk Papa. Tapi saya janji... saya akan berusaha untuk jadi lebih baik.”

Armand melangkah mendekat dan meletakkan tangan di bahu Reyhan. “Kamu sudah lebih dari cukup, Rey. Kalau kamu memilih untuk hidup dengan integritas, keberanian, dan kerja keras—itu sudah lebih dari cukup untukku. Tidak ada warisan harta yang lebih berharga daripada itu.”

Reyhan menatap wajah ayahnya. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa benar-benar terhubung dengan sosok ini. Sosok yang selama ini ia anggap sebagai seseorang yang jauh, penuh rahasia, dan bahkan terkadang menakutkan. Namun kini, ia menyadari bahwa ayahnya hanyalah seorang manusia yang ingin melihat anaknya berdiri dengan kaki sendiri.

“Apa sekarang semuanya selesai, Pak?” tanya Reyhan, suara penuh tanya.

“Tidak, Rey,” jawab Armand dengan senyuman. “Ini baru awal. Masa depanmu masih panjang. Banyak hal yang akan datang, banyak tantangan, dan banyak pilihan. Tapi ingat, apapun yang terjadi, kamu sudah memulai dengan langkah yang tepat.”

Reyhan mengangguk, kemudian berpaling untuk terakhir kali ke warung itu. Tempat yang selama ini menjadi saksi perubahannya. Tempat yang mengajarinya banyak hal tentang hidup, tentang nilai-nilai yang lebih penting daripada uang.

Di luar sana, dunia menunggu. Mungkin itu tidak akan mudah, tapi Reyhan tahu satu hal—ia sudah menemukan tujuan hidup yang sejati. Bukan lagi tentang menjadi pewaris kekayaan keluarga. Tapi tentang menjadi dirinya sendiri.

Dengan langkah mantap, Reyhan melangkah pergi, menuju masa depan yang baru. Tak ada lagi bayang-bayang masa lalu yang mengikutinya. Ia tidak lagi merasa takut akan kegagalan, karena ia sudah belajar dari setiap langkah yang ia ambil.

Armand memandang anaknya dengan bangga, lalu menatap langit yang kini semakin gelap. Suasana hati Armand begitu tenang, penuh kedamaian. Ia tahu, meskipun ia tidak lagi bisa mengatur langkah Reyhan, ia telah memberikan sesuatu yang jauh lebih berharga: kebebasan untuk memilih dan membangun hidupnya sendiri.

Dan dengan itu, perjalanan panjang mereka sebagai ayah dan anak telah sampai pada titik ini—titik di mana mereka akhirnya memahami arti sejati dari keluarga dan warisan.

Akhir