Showing posts with label Puisi. Show all posts
Showing posts with label Puisi. Show all posts

PUISI: SURAT DARI IBU

 


Karya : Asrul Sani

 

 

 

 

Pergi ke dunia luas, anakku sayang

Pergi ke hidup bebas !

Selama angin masih angin buritan

Dan matahari pagi menyinar daun-daunan

Dalam rimba dan padang hijau.

Pergi ke laut lepas, anakku sayang

Pergi ke alam bebas !

Selama hari belum petang

Dan warna senja belum kemerah-merahan

Menutup pintu waktu lampau.

Jika bayang telah pudar

Dan elang laut pulang kesarang

Angin bertiup ke benua

Tiang-tiang akan kering sendiri

Dan nakhoda sudah tahu pedoman

Boleh engkau datang padaku !

Kembali pulang, anakku sayang

Kembali ke balik malam !

Jika kapalmu telah rapat ke tepi

Kita akan bercerita

“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”

PUISI: SEBELUM LAUT BERTEMU LANGIT

 


Karya : Eka Budianta

 

 

 

Seekor penyu pulang ke laut

Setelah meletakkan telurnya di pantai

Malam ini kubenamkan butir-butir

Puisiku di pantai hatimu

Sebentar lagi aku akan balik ke laut.

 

Puisiku – telur-telur penyu itu-

Mungkin bakal menetas

Menjadi tukik-tukik perkasa

Yang berenang beribu mil jauhnya

Mungkin juga mati

Pecah, terinjak begitu saja

 

Misalnya sebutir telur penyu

Menetas di pantai hatimu

Tukik kecilku juga kembali ke laut

Seperti penyair mudik ke sumber matahari

Melalui desa dan kota, gunung dan hutan

Yang menghabiskan usianya

 

Kalau ombak menyambutku kembali

Akan kusebut namamu pantai kasih

Tempat kutanamkan kata-kata

Yang dulu melahirkan aku

Bergenerasi yang lalu

 

Betul, suatu hari penyu itu

Tak pernah datang lagi ke pantai

Sebab ia tak bisa lagi bertelur

Ia hanya berenang dan menyelam

Menuju laut bertemu langit

Di cakrawala abadi

PUISI: IBU

 


Karya: D. Zawawi Imron

 

 

 

 

Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau

Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting

Hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir

 

Bila aku merantau

Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku

Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan

Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

 

Ibu adalah gua pertapaanku

Dan ibulah yang meletakkan aku di sini

Saat bunga kembang menyemerbak bau sayang

Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi

Aku mengangguk meskipun kurang mengerti

 

Bila kasihmu ibarat samudera

Sempit lautan teduh

Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri

Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh

Lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku

Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan

Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu

Lantaran aku tahu

Engkau ibu dan aku anakmu

 

Bila aku berlayar lalu datang angin sakal

Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

Ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala

Sesekali datang padaku

Menyuruhku menulis langit biru

Dengan sajakku.

PUISI: DEBU

 


(Emha Ainun Nadjib)

 

 

 

Debu yang menempel di keningmu

Biarkan, jangan diusap

Jika usai rakaat terakhir

Teruskan berdzikir

 

Disuruh oleh Allah butir-butir debu itu

Agar menyerap kotoran dari gumpalan otakmu

Jika telah penuh muatannya

Akan tanggal dengan sendirinya

Nanti pikiranmu mengkaca benggala

Beningnya tak terbilang kata

Cahaya Allah menembusnya

Memantul darimu ke wajah buram dunia

 

Kalau engkau bersujud hingga rakaat tak terhingga

Wajahmu sirna, menjelma cahaya

Kepada para malaikat, alam dan manusia

Tak bisa kau sodorkan apa pun kecuali cahaya

 

Cahaya hanya satu

Namanya satu

Kau dengar Allah menyapa, Muhammad menyapa

Dari dalam diri, yang bukan lagi pribadi 

PUISI: SALJU

 


(Wing Karjo)

 

 

 

Ke manakah pergi

Mencari matahari

Ketika salju turun

Pepohonan kehilangan daun

 

Ke manakah jalan

Mencari lindungan

Ketika tubuh kuyup

Dan pintu tertutup

Ke manakah lagi

Mencari api

Ketika bara hati

Padam tak berarti

 

Ke manakah pergi

Selain mencuci diri

PUISI: KISAH SEEKOR ULAT KECIL

 


(Kinanti Sevi R.)

 

 

Seekor ulat kecil hidup dalam tumbuhan yang lebar

Tanpa teman tanpa kerabat

Walaupun ia dapat hidup tanpa kerja berat

Namun ia tidak dapat makan dengan nikmat

 

Ulat kecil, ulat yang malang

Tenggelam dalam kesunyian yang mencekam

Walaupun bahan pangan dan kekayaan

Tak pernah kekurangan

Namun ia tetap kesepian

 

Ulat kecil bergelimang kegelisahan

Menanti bintang yang akan membawa kebahagiaan

Gairah makan si ulat hilang dalam penantian panjang

Ulat kecil yang malang

Mati dalam kesunyian

PUISI: HARAPANKU

 


(Ning Rahayu F.)

 

 

 

Saat ini semua orang merasakan

Krisis di mana-mana

Tak terkecuali orang tuaku

Kasihan....

Bisa kurasakan sulitnya

Bagi kami rakyat kecil

Hingga harga semua naik

Andai aku bisa berbuat sesuatu

 

Tolonglah kami rakyat kecil ini

Dengarlah jeritan hati nurani kami

Wahai bapak-bapak di MPR

Wahai bapak-bapak menteri

Lihatlah kami, bantulah kami

Agar suasana kembali stabil

Ya, Allah, tunjukan jalan-Mu pada kami

PUISI: HARI INI TAK ADA NASI

 


(Lukman Nugraha)

 

 

 

Hari ini tak ada nasi

Berpuasalah seperti nenek moyangmu

Karena ladang-ladang menjadi kubur

Cangkul dan bajak

Bahkan kemarin

Persawahan subur tersapu badai

Ribuan hektar terendam air bah

 

Hari ini tak ada nasi, Adikku

Tutuplah pintu ruang makan itu

Tutuplag mulutmu selalu

Tidulah jika perlu

PUISI: RADEN AJENG KARTINI

 

PUISI: RADEN AJENG KARTINI

Karya: Sides Sudiyarto Ds

 

 

 

 

Bagai lilin menyala dalam gelap semesta
Kau terangi kaum wanita Indonesia
Hingga mampu meraba jalan masa depan
Melawan nasib yang tiada nyata arahnya

Bagai kunang-kunang berkelip dalam kelam
Kausinari cuaca hitam legam
Nasib kaum wanita nan terhina
Tertinggal jauh nun di sana

Kartini, bagaikan bintang kejora
Kau menyinar langit kelabu udara beku
Cahaya juangmu membimbing bangsa melangkah maju
Meski jauh jalan berliku penuh batu

Awan penjajahan yang menutup langit harapan
Kaulawan dengan tangan tanpa bosan
Hari demi hari kau habiskan sepanjang hidupmu
Untuk kebangkitan jiwa seluruh bangsamu

Kartini yang agung
Penyuluh kemajuan pendorong kebangkitan
Kuntum bunga pujaan Nusantara
Juangmu terpateri dalam sejarah bangsa.

 

 

PUISI: ALAM YANG INDAH

 

ALAM YANG INDAH

(Sutar Haryanto)

 

 

Kupandang nan jauh di sana

Menjulang tinggi nan hijau

Kulihat di langit awan yang biru

Bunga-bungaa pun mekar nen indah permai

 

Padi-padi mulai menguning

Bak emas terhampar luas di sana

Burung-gurung berkicau riang

Membuat indah alam yang permai

 

Anak petani berlari kecil

Di pematangan sawah yang luas

Alam yang cerah

Membuatku damai merasakannya

 

Matahari Di KepohKidul


Cahaya senja yang menggelitik
Tak payah mencari ke samudra
Disini indah itu sudah ada

Cintai Aku Lagi


Hanya perasaan ini yang aku punya
Aku yang terlupakan olehmu
Selalu menginginkan semua kembali
Kembali untuk bersamamu

Kamu


Seperti kemarin
Aku menunggu kamu
Aku hanya berharap kamu hadir
Hadir dengan segala keindahanmu