NOVEL “PEWARISAN TERAKHIR": Tamu Tak Diundang Membawa Kebenaran (CHAPTER 3)

 

Pagi ketujuh di warung Pak Darto dimulai seperti biasanya: bau gorengan panas, bunyi sendok beradu dengan wajan, dan Reyhan yang mulai terbiasa dengan ritme barunya. Ia sudah hafal pelanggan tetap, sudah tahu kapan harus mengganti minyak, bahkan mulai bisa masak mie instan tanpa membuatnya terlalu lembek.

Namun hari itu berbeda. Ketika jam makan siang tiba, seorang pria berjas masuk ke warung kecil itu. Penampilannya mencolok—celana bahan rapi, sepatu mengilap, dan arloji mahal yang tak cocok dengan kursi plastik tempat ia duduk. Ia memandangi Reyhan dengan tatapan kaget.

“Reyhan Prasetya?” tanyanya setengah berbisik.

Reyhan menoleh, wajahnya kaget, seperti tertangkap basah sedang berbohong.

“Vincent?” sahut Reyhan. “Ngapain lo di sini?”

Vincent adalah teman kuliahnya di London, anak pengusaha properti juga, biasa nongkrong di rooftop bar dan naik helikopter untuk liburan akhir pekan. Kini dia duduk di warung kecil di Ciputat, menatap sahabat lamanya yang sedang membawa baki isi es teh dan nasi goreng telur.

“Astaga, Rey... lo kenapa? Dibuang bokap lo, ya?”

Reyhan hanya tersenyum hambar. “Gak usah dibesar-besarin. Gue cuma lagi... ya, nyari pengalaman.”

Pak Darto diam dari balik dapur, tapi telinganya tajam. Nama “Prasetya” yang disebut Vincent cukup untuk membuatnya waspada.

Vincent tertawa sinis. “Nyari pengalaman? Lo yakin bokap lo gak tahu? Armand Prasetya? Dia pasti panik kalau tahu anaknya kerja di tempat kayak gini.”

“Ssst! Jangan keras-keras,” potong Reyhan cepat. “Gue belum cerita siapa-siapa. Dan tolong, jangan bilang siapa-siapa juga.”

Vincent mengangkat alis, namun akhirnya mengangguk. “Oke, rahasia. Tapi lo gila. Ini bukan lo yang gue kenal.”

Ketika Vincent pergi, Reyhan kembali ke dapur dengan napas berat.

“Teman lama?” tanya Pak Darto tanpa menoleh.

Reyhan mengangguk. “Dulu... dari masa lalu.”

“Dia tahu kamu siapa sebenarnya?”

Reyhan terdiam. Lalu menjawab lirih, “Iya.”

Pak Darto menyendok nasi dengan perlahan, matanya kosong menatap dinding.

“Masa lalu memang susah dikubur. Tapi kadang, yang penting bukan siapa kamu dulu... tapi siapa kamu sekarang.”

Reyhan tak tahu harus membalas apa. Ia hanya tahu, satu langkah kecil ke masa lalu bisa menggagalkan segalanya. Ia harus bertahan.

Tapi di luar warung, Vincent menatap ponselnya. Jarinya bergerak membuka kontak.

“Apa yang terjadi kalau Armand tahu anaknya kerja di warung pinggir jalan?” gumamnya.

Lanjut ke Bab 4: Kebenaran yang Nyaris Terungkap