Di sebuah negeri damai bernama Kerajaan Damaramai, hiduplah seorang raja tua bernama Raja Muda. Aneh memang, namanya "Muda", padahal usianya sudah sangat tua! Bahkan, Raja Muda sering lupa nama menterinya sendiri. Karena itu, rakyat memanggilnya Raja Pikun.
Setiap pagi,
Raja Muda berkeliling istana sambil membawa tongkat. Kadang ia lupa sudahmakan, kadang lupa ke mana ia menyimpan mahkota. Suatu hari, ia bahkan
mengenakan sepatu yang berbeda warna!
"Ampun,
Tuanku, sepatunya tidak sama," bisik pelayan.
"Benarkah?
Wah, bagus juga! Biar modis!" jawab Raja Muda sambil tertawa.
Meski pikun,
Raja Muda adalah raja yang sangat baik hati. Ia selalu tersenyum, suka
membagikan makanan kepada rakyat, dan tak pernah marah, walau sering dibuat
bingung oleh keadaannya sendiri.
Setiap
Jumat, ia pergi ke pasar rakyat. Tapi ia sering lupa apa yang ingin dibeli.
"Apa
aku mau beli wortel, atau... panci ya?" gumamnya.
Namun,
rakyat tetap menyambutnya dengan hangat. Mereka tahu, meski pikirannya sering
lupa, hatinya tak pernah lupa untuk mencintai rakyatnya.
Suatu hari,
seorang penasihat berkata, "Tuanku, mungkin lebih baik Tuanku istirahat
dan tidak memimpin lagi. Toh, Tuanku sudah pikun."
Raja Muda
menjawab dengan tenang, "Memimpin bukan hanya soal ingat nama atau angka.
Selama aku masih bisa mencintai rakyatku, aku akan terus berusaha menjadi raja
yang berguna."
Rakyat yang
mendengar ucapan itu pun terharu. Mereka berkumpul di alun-alun, membentangkan
spanduk besar bertuliskan:
"Raja
Muda, Raja Pikun yang Penuh Kasih Sayang!"
Sejak hari
itu, para menteri dan rakyat bersama-sama membantu Raja Muda. Mereka membuatkan
catatan besar di tembok istana agar sang raja tidak lupa. Bahkan, anak-anak
kecil pun membantu dengan membuat lagu lucu berisi jadwal kegiatan raja agar
mudah diingat.
Misalnya:
🎵 Pagi-pagi minum teh,
Lalu jalan ke taman,
Kalau bingung cari mahkota,
Tanya pada Pak Karman! 🎵
Raja Muda
tertawa setiap kali mendengar lagu itu.
"Aku
memang mudah lupa," katanya suatu hari, "tapi aku tidak pernah lupa
satu hal: aku mencintai kalian semua."
Pesan Moral:
Cerita ini
mengajarkan bahwa cinta dan kebaikan hati lebih penting daripada kesempurnaan.
Meskipun seseorang sudah tua atau mudah lupa, jika ia memiliki hati yang penuh
kasih, maka ia akan selalu dicintai oleh orang di sekitarnya. Kebaikan tak
pernah lekang oleh waktu.