Pada dasarnya, tujuan dirumuskan atau dibuat sebuah kode etik dalam sebuah profesi adalah agar terciptanya sebuah kebaikan disegala lini, secara singkat kode etik tercipta untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri.
Fungsi kode etik seperti itu sesuai dengan apa yang dikemukakan Gibson
dan Mitchel ( 1995), yang lebih menekankan pada pentingnya kode etik tersebut
sebagai pedoman pelaksanaan tugas profesional anggota suatu profesi dan pedoman
bagi masyarakat pengguna suatu profesi dalam meminta pertanggung jawaban jika
ada anggota profesi yang bertindak diluar kewajaran sebagai seorang profesional.
Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang
mengatur hubungan guru dengan teman sejawat, peserta didik, pemimpin,
masyarakat, dan dengan misi tugasnya. Jalinan hubungan tersebut dilakukan untuk
kepentingan perkembangan siswa secara optimal, secara jelas hubungan itu diatur
oleh kode etik.
1. Etika hubungan guru dengan teman sejawat.
Dalam etika hubungan guru dengan teman sejawat menuntut
perilaku yang kooperatif, mempersamakan, dan saling mendukung. Hubungan antar
teman sejawat terutama terjadi dalam bentuk konsultasi dan raferal (Onteng
Sutisna, 1986:364).
Konsultasi merupakan kebiasaan untuk mengundang teman
sejawat agar ikut serta menganalisis kebutuhan peserta didik dan kemungkinan
perencanaan bantuannya. Raferal adalah proses penerusan bantuan seorang peserta
didik kepada teman sejawat yang profesional atau penyandang profesi lain yang
relavan untuk membantu pemecahan masalah dan mengembangkan diri peserta didik
sesuai dengan karakteristik permaslahan yang dihadapi.
2. Etika hubungan guru dengan peserta didik
Dalam etika hubungan guru dan peserta didik menuntut
terciptanya hubungan berupa helping relationship (Brammer, 1979), yaitu
hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim belajara
yang kondusif bagi perkembangan peserta didik. Hubungan ditandai oleh adanya
perilaku empati, penerimaan dan penghargaan, kehangatan dan perhatian,
keterbukaan dan ketulusan, serta kejelasan ekspresi seorang guru.
3. Etika hubungan guru dengan pimpinan
Dalam etika hubungan guru dengan pimpinan disekolah
memntut adanya rasa saling mempercayai satu sama lainnya. Guru percaya bahwa
pimpinan sekolah memberi tugas yang dapat dikerjakannya dan setiap pekerjaan
yang dilakukan pasti ada imbalannya. Sebaliknya pimpinan sekolah mempercayakan
suatu tugas kepada guru karena keyakinan bahwa guru tersebut akan mampu
melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin. Dalam hubungan guru dengan
pimpinan tersebut yang terpenting adanya pengertian dari kedua belah pihak atas
konsekuensi dari beban tersebut. Guru dan pimpinan sekolah secara bersama-sama
melaksanakan tugas pendidikan.
4. Etika Hubungan guru dengan masyarakat
Dalam etika hubungan guru dengan masyarakat, guru sangat
perlu memelihara hubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan
pendidikan, misalnya mengadakan kerja sama dengan kalangan industri terdekat
dan berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
Guru menghayati apa saja yang menjadi tugasnya. Guru
selalu berupaya meningkatkan profesionalisme dan kinerjanya. Peningkatan
profesionalisme dapat dilakukan melalui pendalaman dan mengikuti perkembangan
terkini ilmu keguruan atau kependidikan, atau dengan cara melanjutkan studi ke
jenjang yang lebih tinggi, serta berpartisipasi dalam kegiatan keprofesian yang
relavan. Peningkatan kinerja dapat diawali dari mencintai profesi pendidikan,
sehingga profesi ini menjadi bagian dari hidupnya.
Baca juga: Kode etik siswa