Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) atau biasa di sebut sebagai kayu
besi merupakan kayu terkuat dari habitat aslinya, Pulau Kalimantan. Kayu Ulin
juga sebar di kawasan Asia tenggara, seperti Pulau Sumatra, Bangka, Belitung,
Kalimantan, Kepulauan Sulu, Sabah, Sarawak, dan Pulau Palawan di Pilipina di
awal tahun 1900-an. Namun kini, Populasi kayu ulin terancam punah. Eksploitasi
besar-besaran ulin di masa lalu membuat pohon ini musnah di beberapa negara,
dan menjadikannya flora yang dilindungi di tanah air. Perdagangan dan
Pemanfaatannya
mendapat pengawasan ketat dari pemerintah. Tinggi pohon dapat mencapai 35 m
dengan panjang batang bebas cabang 5-20 m, diameter 60-80 cm, dan bahkan
bisa mencapai 50 cm. Ulin umumnya tumbuh pada ketinggian 5 – 400 m di atas permukaan
laut dengan medan datar sampai miring, tumbuh terpencar atau mengelompok dalam
hutan campuran.
Ciri
utama ulin adalah batangnya yang lurus dengan banir yang tumbuh tidak secara
melingkar. Kulit pohonnya licin, berwarna kuning atau kelabu muda. Ulin yang
sudah dipotong akan menghitam jika lama terendam air. Tekstur kayunya kasar,
sangat keras sehingga sulit digergaji, dan baunya aromatis.
Keistimewaan
kayu Ulin, selain kuat dan awet (termasuk dalam kelas kuat I dan kelas awet I)
adalah tahan terhadap serangan rayap dan serangga penggerek. Kayu Ulin juga
tahan terhadap perubahan suhu, kelembaban, dan pengaruh air laut.
Karenanya
jenis ini banyak digunakan untuk konstruksi jembatan, dermaga, bangunan yang
terendam air, bantalan rel kereta api, perkapalan, dll. Ulin juga digunakan
sebagai bahan sirap (atap) karena mudah dibelah. Namun, sebagai bahan baku
furniture jarang dijumpai karena sifat kayunya yang sangat berat dan keras.
Kayu Ulin dapat digergaji dan diserut dengan hasil baik, tetapi sangat cepat
menumpulkan alat-alat karena kayunya sangat keras. Kayu Ulin dapat dibor dan
dibubut dengan baik, tetapi sukar direkat dengan perekat sintetik dan harus
dibor dahulu sebelum disekrup atau dipaku, karena cenderung untuk pecah dalam
arah radial.