Nasehat ini dari Ustadz Yusuf Iskandar.
Semoga tulisan ini menggugah wanita-wanita muslimah untuk kembali kepada fithrah mereka dan memahami hak dan kewajiban Allah atas dirinya . Amîn.
Kondisi
Wanita di Dunia Barat
- Dari sisi historis, terjunnya kaum wanita ke lapangan untuk bekerja dan berkarir semata-mata karena unsur keterpaksaan. Ada dua hal penting yang melatarbelakanginya: Pertama, terjadinya revolusi industri yang mengundang arus urbanisasi kaum petani pedesaan, tergiur untuk mengadu nasib di perkotaan, karena himpitan sistem kapitalis yang melahirkan tuan-tuan tanah yang rakus. Berangkat ke perkotaan mereka berharap mendapatkan kehidupan yang lebih layak namun realitanya, justru semakin sengsara terpuruk dan menghinakan diri dengan menjadi budak pemilik harta. Mereka mendapat upah yang rendah,dan kadang diperlakukan dengan semena-mena layaknya budak dan tuan. Ke dua, kaum kapitalis dan tuan-tuan tanah yang rakus sengaja menggunakan momen terjunnya kaum wanita dan anak-anak, dengan lebih memberikan porsi kepada mereka di lapangan pekerjaan, karena mau diupah lebih murah daripada kaum lelaki, meskipun dalam jam kerja yang panjang dan melelahkan.
- Kehidupan yang dialami oleh wanita di Barat yang demikian mengenaskan, sehingga menggerakkan nurani sekelompok pakar untuk membentuk sebuah organisasi kewanitaan yang diberi nama Humanitarian Movement yang bertujuan untuk membatasi eksploitasi kaum kapitalis terhadap para buruh, khususnya dari kalangan anak-anak. Organisasi ini berhasil mengupayakan undang-undang perlindungan anak, akan tetapi tidak demikian halnya dengan kaum wanita. Mereka tetap saja dihisap darahnya oleh kaum kapitalis tersebut. Laksana lintah menghisap mangsa yang tidak akan dilepas hingga tidak ada tempat diperutnya
- Hingga saat ini pun, kedudukan wanita karir di Barat belum terangkat dan masih saja mengenaskan, meskipun sudah mendapatkan sebagian hak mereka. Di antara indikasinya, mendapatkan upah lebih kecil daripada kaum laki-laki, keharusan membayar mahar kepada laki-laki bila ingin menikah, keharusan menanggung beban penghidupan keluarga bersama sang suami, dan lain sebagainya yang jelas keluar dari fithrah wanita .
Beberapa
Dampak Negatif dari Terjunnya Wanita untuk Berkarir
Di antara dampak-dampak negatif tersebut adalah:
- Penelitian kedokteran di lapangan (dunia Barat) menunjukkan telah terjadi perubahan yang amat signifikan terhadap bentuk tubuh wanita karir secara biologis, sehingga menyebabkannya kehilangan naluri kewanitaan. Meskipun jenis kelamin mereka tidak berubah menjadi laki-laki, namun jenis wanita semacam ini dijuluki sebagai jenis kelamin ke tiga. Menurut data statistik, kebanyakan penyebab kemandulan para istri yang merupakan wanita karir tersebut bukan karena penyakit yang biasa dialami oleh anggota badan, tetapi lebih diakibatkan oleh ulah wanita di masyarakat Eropa yang secara total, baik dari aspek materiil, pemikiran maupun biologis lari dari fithrahnya (yakni sifat keibuan).
- Penyebab lainnya adalah upaya mereka untuk mendapatkan persamaan hak dengan kaum laki-laki dalam segala bidang. Hal inilah yang secara perlahan melenyapkan sifat keibuan mereka, banyaknya terjadi kemandulan serta mandegnya air susu ibu (ASI) sebagai akibat perbauran dengan kaum laki-laki.
- Di Barat, muncul fenomena yang mengkhawatirkan sekali akibat terjunnya kaum wanita sebagai wanita karir, yaitu terjadinya tindak kekerasan terhadap anak-anak kecil berupa pukulan yang keras, sehingga dapat mengakibatkan mereka meninggal dunia, gila atau cacat fisik. Majalah-majalah yang beredar di sana menyebutkan nama penyakit baru ini dengan sebutan Battered Baby Syn (penyakit anak akibat dipukul). Majalah Hexagon dalam volume No. 5 tahun 1978 menyebutkan bahwa banyak sekali rumah – rumah sakit di Eropa dan Amerika yang menampung anak-anak kecil yang dipukul secara keras oleh ibu-ibu mereka atau terkadang oleh bapak-bapak mereka.
- DR. Ahmad Al-Barr mengatakan, “Pada tahun 1967, lebih dari 6500 anak kecil yang dirawat di beberapa rumah sakit di Inggris, dan sekitar 20% dari mereka berakhir dengan meninggal, sedangkan sisanya mengalami cacat fisik dan mental secara akut. Ada lagi, sekitar ratusan orang yang mengalami kebutaan dan lainnya ketulian setiap tahunnya, ada yang mengalami cacat fisik, idiot dan lumpuh akibat pukulan keras”.
- Para wanita karir yang menjadi ibu rumah tangga tidak dapat memberikan pelayanan secara berkesinambungan terhadap anak-anak mereka yang masih kecil, karena hampir seluruh waktunya dicurahkan untuk karir mereka. Sehingga anak-anak mereka hanya mendapatkan jatah sisa waktu dalam keadaan cape dan loyo.
- Berkurangnya angka kelahiran, sehingga pemerintah negara tersebut saat ini menggalakkan kampanye memperbanyak anak dan memberikan penghargaan bagi keluarga yang memiliki banyak anak. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan kondisi yang ada di dunia Islam saat ini.
Saksi : Mereka Berbicara
- Seorang Filosof bidang ekonomi, Joel Simon berkata, “Mereka (para wanita) telah direkrut oleh pemerintah untuk bekerja di pabrik-pabrik dan mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalannya, akan tetapi hal itu harus mereka bayar mahal, yaitu dengan rontoknya sendi-sendi rumah tangga mereka”.
- Sebuah lembaga pengkajian strategis di Amerika telah mengadakan ‘polling’ seputar pendapat para wanita karir tentang karir seorang wanita. Dari hasil ‘polling’ tersebut didapat kesimpulan: “Bahwa sesungguhnya wanita saat ini sangat keletihan dan 65% dari mereka lebih mengutamakan untuk kembali ke rumah mereka”.
Karir Wanita
dalam Perspektif Islam
Allah Ta’ala menciptakan laki-laki dan wanita dengan
karakteristik yang berbeda. Secara alami (sunnatullah), laki-laki memiliki
otot-otot yang kekar, kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang berat, pantang
menyerah, sabar dan lain-lain. Cocok dengan pekerjaan yang melelahkan dan sesuai
dengan tugasnya yaitu menghidupi keluarga secara layak.
Sedangkan bentuk kesulitan yang dialami wanita yaitu :
Mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh mendidik anak, serta menstruasi yang
mengakibatkan kondisinya labil, selera makan berkurang, pusing-pusing, rasa
sakit di perut serta melemahnya daya pikir, sebagaimana disebutkan di dalam
Al-Qur’an :
وَوَصَّينَا الإِنسٰنَ بِوٰلِدَيهِ حَمَلَتهُ أُمُّهُ
وَهنًا عَلىٰ وَهنٍ وَفِصٰلُهُ فى عامَينِ أَنِ اشكُر لى وَلِوٰلِدَيكَ إِلَىَّ
المَصيرُ – سورة لقمان١٤
Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang, Ibu Bapaknya; Ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam
dua tahun.” (QS. Luqman: 14).
Ketika dia melahirkan bayinya, dia harus beristirahat,
menunggu hingga 40 hari atau 60 hari dalam kondisi sakit dan merasakan keluhan
yang demikian banyak. Ditambah lagi masa menyusui dan mengasuh yang
menghabiskan waktu selama dua tahun. Selama masa tersebut, si bayi menikmati
makanan dan gizi yang dimakan oleh sang ibu, sehingga mengurangi staminanya.
Oleh karena itu, Dienul Islam menghendaki agar wanita
melakukan pekerjaan / karir yang tidak bertentangan dengan kodrat
kewanitaannya dan tidak mengungkung haknya di dalam bekerja, kecuali pada
aspek-aspek yang dapat menjaga kehormatan dirinya, kemuliaannya dan
ketenangannya serta menjaganya dari pelecehan dan pencampakan.
Dienul Islam telah menjamin kehidupan yang bahagia dan
damai bagi wanita dan tidak membuatnya perlu untuk bekerja di luar rumah dalam kondisi
normal. Islam membebankan ke atas pundak laki-laki untuk bekerja dengan giat
dan bersusah payah demi menghidupi keluarganya.
Maka, selagi si wanita tidak atau belum bersuami dan
tidak di dalam masa menunggu (‘iddah) karena diceraikan oleh suami atau
ditinggal mati, maka nafkahnya dibebankan ke atas pundak orangtuanya atau
anak-anaknya yang lain, berdasarkan perincian yang disebutkan oleh para ulama
fiqih kita.
Bila si wanita ini menikah, maka sang suamilah yang
mengambil alih beban dan tanggung jawab terhadap semua urusannya. Dan bila dia
diceraikan, maka selama masa ‘iddah (menunggu) sang suami masih berkewajiban
memberikan nafkah, membayar mahar yang tertunda, memberikan nafkah anak-anaknya
serta membayar biaya pengasuhan dan penyusuan mereka, sedangkan si wanita tadi
tidak sedikit pun dituntut dari hal tersebut.
Bila si wanita tidak memiliki orang yang bertanggung
jawab terhadap kebutuhannya, maka negara Islam yang berkewajiban atas nafkahnya
dari Baitul Mal kaum Muslimin.
Solusi Islam
Terhadap Fenomena Karir Wanita
Ada kondisi yang teramat mendesak yang menyebabkan
seorang wanita terpaksa diperbolehkan bekerja ke luar rumah, namun tetap dengan
persyaratan sebagai berikut :
- Disetujui oleh kedua orangtuanya atau wakilnya atau suaminya, sebab persetujuannya adalah wajib secara agama dan qadla’ (hukum).
- Pekerjaan tersebut terhindar dari ikhtilath (berbaur dengan bukan mahram), khalwat (bersunyi-sunyi, menyendiri) dengan laki-laki asing. Sebab ada dampak negatif yang besar jika hal tersebut sampai terjadi,. Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda :
Artinya : Tidaklah seorang lak-laki bersepi-sepian
dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya)
kecuali setan mejadi yang ketiganya [Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam
Al-Fitan 2165, Ahmad 115]
“Tidaklah seorang
laki-laki berkhalwat (bersunyi-sunyi, menyendiri) dengan seorang wanita,
kecuali bila bersama laki-laki (yang merupakan) mahramnya”. (HR. Bukhari).
- Menutupi seluruh tubuhnya di hadapan laki-laki asing dan menjauhi semua hal yang memicu timbulnya fitnah, baik di dalam berpakaian, berhias atau pun berwangi-wangian (menggunakan parfum)
- Komitmen dengan akhlaq Islami dan hendaknya menampakkan keseriusan dan sungguh-sungguh di dalam berbicara, alias tidak dibuat-buat dan sengaja melunak-lunakkan suara. Firman Allah, “Maka janganlah sekali-kali kalian melunak-lunakan ucapan sehingga membuat condong orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit dan berkata-katalah dengan perkataan yang ma’ruf/baik”.(Al-Ahzab: 32)
- Hendaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan tabi’at dan kodratnya seperti dalam bidang pengajaran, kebidanan, menjahit dan lain-lain.
Beberapa
fatwa ulama berkenaan dengan masalah ini.
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa lahan pekerjaan yang diperbolehkan bagi perempuan muslimah yang mana ia bisa bekerja di dalamnya tanpa bertentangan dengan ajaran-ajaran agamanya ?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa lahan pekerjaan yang diperbolehkan bagi perempuan muslimah yang mana ia bisa bekerja di dalamnya tanpa bertentangan dengan ajaran-ajaran agamanya ?
Jawaban
Lahan pekerjaan seorang wanita adalah pekerjaan yang dikhususkan untuknya seperti pekerjaan mengajar anak-anak perempuan baik secara administratif ataupun secara pribadi, pekerjaan menjahit pakaian wanita di rumahnya dan sebagainya. Adapun pekerjaan dalam lahan yang dikhususkan untuk orang laki-laki maka tidaklah diperbolehkan baginya. Karena bekerja pada lahan tersebut akan mengundang ikhtilath sedangkan hal tersebut adalah fitnah yang besar yang harus dihindari.
Lahan pekerjaan seorang wanita adalah pekerjaan yang dikhususkan untuknya seperti pekerjaan mengajar anak-anak perempuan baik secara administratif ataupun secara pribadi, pekerjaan menjahit pakaian wanita di rumahnya dan sebagainya. Adapun pekerjaan dalam lahan yang dikhususkan untuk orang laki-laki maka tidaklah diperbolehkan baginya. Karena bekerja pada lahan tersebut akan mengundang ikhtilath sedangkan hal tersebut adalah fitnah yang besar yang harus dihindari.
Perlu diketahui bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam telah bersabda.
Artinya : “Saya tidak meninggalkan fitnah (godaan)
yang lebih berbahaya bagi seorang laki-laki daripada fitnah perempuan”
Maka seorang laki-laki harus menjauhkan keluarganya
dari tempat-tempat fitnah dan sebab-sebabnya dalam segala kondisi.
[Fatawa Mar'ah, 1/103]
Pertanyaan
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apa hukum wanita yang bekerja ? Dan lapangan pekerjaan apa saja yang diperbolehkan bagi seorang wanita untuk bekerja di dalamnya?
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apa hukum wanita yang bekerja ? Dan lapangan pekerjaan apa saja yang diperbolehkan bagi seorang wanita untuk bekerja di dalamnya?
Jawaban
Tidak seorang pun yang berselisih bahwa wanita berhak bekerja, akan tetapi pembicaraan hanya berkisar tentang lapangan pekerjaan apa yang layak bagi seorang wanita, dan penjelasannya sebagai berikut :
Tidak seorang pun yang berselisih bahwa wanita berhak bekerja, akan tetapi pembicaraan hanya berkisar tentang lapangan pekerjaan apa yang layak bagi seorang wanita, dan penjelasannya sebagai berikut :
Ia berhak mengerjakan apa saja yang biasa dikerjakan
oleh seorang wanita biasa lainnya dirumah suaminya dan keluarganya seperti
memasak, membuat adonan kue, membuat roti, menyapu, mencuci pakaian, dan
bermacam-macam pelayanan lainnya serta pekerjaan bersama yang sesuai dengannya
dalam rumah tangga.
Ia juga berhak mengajar, berjual beli, menenun kain,
membuat batik, memintal, menjahit dan semisalnya apabila tidak mendorong pada
perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh syara seperti berduaan dengan
selain mahram atau bercampur dengan
laki-laki lain, yang mengakibatkan fitnah atau menyebabkan ia meninggalkan
hal-hal yang harus dilakukannya terhadap keluarganya, atau menyebabkan ia tidak
mematuhi perintah orang yang harus dipatuhinya dan tanpa ridha mereka.
[Majalatul Buhuts Al-Islamiyah 19/160]
[Majalatul Buhuts Al-Islamiyah 19/160]
Penutup
Sudah waktunya kita memahami betapa agungnya dien
Islam di dalam setiap produk hukumnya, berpegang teguh dengannya, menjadikannya
sebagai hukum yang berlaku terhadap semua aturan di dalam kehidupan kita serta
berkeyakinan secara penuh, bahwa ia akan selalu cocok dan sesuai di dalam
setiap masa dan tempat.
Sumber :
- 1. Amal al-Mar’ah Baina Al-Islam wa Al-Gharb” tulisan Ibrahim an-Ni’mah – Abu Hafshoh)
- 2. Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesiap Fatwa-Fatwa Tentang wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerbit Darul Haq
Disalin dari
http://www.hang106.or.id/2010/03/07/nasehat-untuk-wanita-karir/
http://faisalchoir.blogspot.sg/2012/01/nasehat-untuk-wanita-karir.html
http://herryaliandi.blogspot.com/2014/05/nasehat-untuk-wanita-karir.html